Bagi Sebagian Orang Cacing Merupakan Hewan yang Menjijikan, tapi bila kita jeli melihat peluang maka dengan cacing akan menghantarkan kita menjadi jutawan.
Seperti dialami oleh Abdul Rela atau Aulia (39), sudah sembilan tahun ia hidup dari cacing rambut. Warga Dusun Legok RT 2, RW 7, Desa Pejagoan, Kecamatan Kebumen itu sehari-hari bergumul dengan cacing rambut atau sering disebut juga cacing sutra. Saat ini dia sebagai pengepul cacing yang berukuran kecil itu. Berkat ketekunannya mengumpulkan binatang itu, ia berpenghasilan Rp 3 juta per bulan. Boleh dikata Aulia kini juragan cacing sutra. Untuk hidup, membiayai istri dan menyekolahkan anaknya, semuanya bertumpu dari hasil usaha tersebut. Hampir semua pendeder dan pembenih ikan lele serta gurami, butuh pakan alami bagi benih ikannya yang baru menetas dan benih ikan yang agak besar. Di belakang rumah Aulia ada beberapa bak berukuran sekitar 60 cm x 10 m, yang dipenuhi ribuan bahkan ratusan ribu cacing sutra. Dia membeli cacing-cacing itu dari para pencari atau pengais dengan harga per satu kaleng susu Rp 5.000. Rata-rata sehari dia mampu menghimpun 60-90 kaleng.
Jadi Uang
Aulia sendiri semula adalah petani ikan lele. Lelaki kelahiran Jakarta 1967 itu menetap di Kebumen sejak 1997 setelah menikahi gadis asal Pejagoan. Awalnya dia mengaku hidup susah dan dari nol. Maklumlah, meski ayahnya seorang polisi, dan ibunya PNS, Aulia tak mau menggantungkan hidup kepada orang tuanya. Ia juga tak kepingin jadi pegawai atau polisi. ''Saya suka menjadi orang bebas,'' kata bapak empat anak berambut gondrong itu. Dengan modal sepeda onthel, serta pinjaman dari familinya Rp 300.000, dia nekat hidup bersama istrinya di Kebumen. Ia merintis budi daya ikan lele. Lama kelamaan, usahanya berhasil. Auli yang semula mengontrak rumah di dekat kediaman mertuanya, sedikit demi sedikit mampu membeli sebidang tanah dan membangun rumah. Namun seiring makin banyak petani ikan lele, Aulia mulai berpikir lain. ''Kalau semua orang hanya mau memelihara lele, siapa yang akan menyediakan pakannya? ''tukas Aulia dalam hati. Ia semula mencari sendiri pakan lele dengan mencari cacing dari parit ke parit dan selokan- selokan di kota Kebumen. Cacing tersebut biasanya mudah ditangkap pada malam hari dengan seser ataupun dengan tangan. Meski harus melewati comberan dan got yang bau, Aulia tak gentar dan makin bersemangat. ''Kala itu tahun 1999 saya sudah mantap, nah ini harus jadi uang,'' katanya mengenang sembari mengambil tumpukan cacing.
Beli Tanah
Dari usaha menyediakan pakan bagi lele dan gurami, lama kelamaan jumlah pelanggannya meningkat. Namun ia punya pengalaman kurang menarik, saat awal mencari rezeki dari cacing. Ia pernah diangap melakukan pekerjaan nista, dan cacing itu haram. Namun dia mantap bahwa cacing yang ia kumpulkan bukan untuk dikonsumsi manusia, namun untuk membesarkan benih-benih ikan.
Bahkan kini pelanggan cacing rambut itu sebagian adalah para kiai yang pondoknya banyak memelihara lele dan gurami. Petani ikan yang butuh cacing itu datang dari Prembun, Kebumen, Petanahan, Puring, dan Gombong. Aulia kini tak harus naik sepeda onthel untuk mencari cacing atau menjual ke pendeder ikan. Sebab ia telah mampu beli sepeda motor seharga sembilan juta rupiah. Dari hasil cacing juga, ia mampu beli lagi sebidang tanah seluas 210 meter persegi. Abdul Haris, pegawai Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Peperla) Kebumen yang juga Taruna Tingkat I Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Bogor, mengakui bahwa cacing sutra sangat bagus untuk membesarkan bibit ikan lele dan gurami. Sebab, kandungan protein pada cacing itu mencapai 40-60 persen. Makanan buatan pabrik saja hanya mengandung 32-34 persen protein. Haris berharap, apa yang dialami Aulia itu juga bisa ditiru oleh orang lain. Mengingat, potensi budidaya ikan air tawar di Kebumen cukup besar. Para pemelihara ikan lele dan gurami terus bertambah. Berarti, kebutuhan pakan alami dari cacing rambut juga semakin besar.
Sumber : http://akbarjayafarm.blogspot.com/2015/01/sukses-dengan-budidaya-cacing-sutra.html
No comments:
Post a Comment